Bismillahirahmanirrahim….
Ath Thabrani meriwayatkan dalam mu’jam-nya dari ma’qal bin yasar ia berkata, Rasululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Sungguh bahwa seseorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi di kepalannya itu lebih baik baginnya dibandingkan dia menyentuh perempuan yang tidak halal baginya ” (Dari buku tanya jawab syaikh Muqbil II hal 122)
“Janganlah seseorang laki-laki bersunyi-sunyian dengan seorang wanita kecuali ditemani mahramnya” (HR Bukhori dan Muslim)
Mahram..kita sering sekali kita mendengar kata itu, kali ini kami akan mencoba menjelaskan definisi mahram:
Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan. (Lihat Ahkam An-Nazhar Ila Al-Muharramat hal 32)
Syaikhul islam ibnu taimiyah menjelaskan definisi itu sebagai berikut:
“Mahram adalah laki-laki yang tidak diizinkan menikahi seorang wanita selama-lamanya” Jadi dari sini kita dapat simpulkan bahwa mahram itu selalu laki-laki.
Adapun ketentuan siapa yang mahram dan yang bukan mahram telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 23 :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ الأَخِ وَبَنَاتُ الأُ خْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِيْ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَآئِبِكُمُ اللاَّتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِنْ نِسَآئِكُمُ اللاَّتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللهَ كَانَ غَفُوْراً رَحِيْماً.
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak-anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuai yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nisa : 4 / 32).
Dari ayat ini dapat disimpulkan mahram atau orang yang boleh melakukan safar (perjalanan) bersamanya, boleh berboncengan dengannya, boleh melihat wajahnya, tangannya, boleh berjabat tangan dengannya dan seterusnya dari hukum-hukum mahram bagi kaum wanita adalah:
a. Ayah.., Ayahnya ayah/ibu (kakek), kakek buyut dan seterusnya keatas
Seorang ayah adalah mahram bagi putrinya, seorang kakek adalah mahram dari cucunya dan seterusnya sampai keatas.,
b. Mertua, kakek suami baik dari pihak ibu maupun ayah dan terus sampai ke atas..,
Ayah mertua adalah mahram bagi istri anak laki-lakinya (menantunya), Kakek mertua adalah mahram bagi istri cucu laki-lakinya.
c. Anak laki-laki, cucu laki-laki baik dari anak laki-laki maupun dari anak perempuan, cicit laki-laki maupun perempuan dan terus kebawahnya.
Anak laki-laki adalah mahram dari ibunya, cucu laki-laki adalah mahram bagi neneknya.,
d. Anak laki-laki suami, cucu laki-laki suami baik dari anak laki-laki maupun dari anak perempuan dan terus kebawahnya.
Anak laki-laki suami adalah mahram bagi ibu tirinya, cucu laki-laki suami adalah mahram bagi neneknya dan seterusnya.
e. Saudara laki-laki sekandung, ataupun seayah atau seibu
Saudara laki-laki adalah mahram dari saudara perempuannya baik itu sekandung, seayah maupun seibu saja.
f. Anak laki-laki dari saudara laki-laki (keponakan), anak laki-laki dari keponakan laki-laki.
Keponakan laki-laki adalah mahram bagi bibinya, anak laki-laki dari keponakan laki-laki adalah mahram bagi saudara perempuan kakeknya.
g. Anak laki-laki dari saudara perempuan (keponakan), anak laki-laki dari keponakan tersebut sampai kebawah.
Anak laki-laki dari saudara perempuan (keponakan) adalah mahram bagi saudara perempuan ibu, anak laki-laki dari keponakan tersebut mahram bagi saudara perempuan neneknya dan seterusnya. ( Lihat Al jami’ li ahkamil Qur’an)
Mahram diatas adalah mahram karena nasab, ada mahram karena sebab yang lain yaitu karena penyusuan dan karana mushaharah (kekeluargaan). Berdasarkan dalil:
وَأُمَّهَاتُكُمُ الاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ
“Dan (diharamkan atas kalian) ibu-ibu kalian yang telah menyusukan kalian dan saudara-saudara perempuan kalian dari penyusuan.” (An-Nisa 23)
يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ
“Apa yang haram karena nasab maka itupun haram karena punyusuan.” (Muttafaqun ‘alaihi dari Ibnu ‘Abbas)
berdasarkan dua dalil tersebut kita dapat simpulkan bahwa tersebarnya hubungan mahram dari pihak ibu dan ayah susu sebagaimana tersebarnya pada kerabat (nasab).
Sekarang mari kita mengenal mahram dari hubungan pernikahan atau kekeluargaan yaitu:
a. Paman diharamkan untuk menikahi putri saudara laki-lakinnya maupun saudara laki-lakinya. Maka paman merupakan mahram bagi keponakannya.
b. Ibu mertua dari suami putrinya baik istrinya itu sudah dicerai atau belum. Sama saja ia sudah bercampur dengan isterinya atau belum. Dan pendapat ini merupakan pendapat jumhur.
c. Anak tiri tidak haram dinikahi ayah tirinnya kecuali ayahnya telah bercampur dengan ibunnya. Jadi apabila sebelum bercampur dengan ibunnya maka apabila ibunnya dicerai maka boleh ayah tiri tersebut menikahi bekas anak tirinnya.
d. Ayah suami mahram bagi isteri anak laki-laki (menantu) selamannya selama anak laki-laki itu termasuk anak kandung.
Berdasarkan dalil:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ اْلأَخِ وَبَنَاتُ اْلأُخْتِ
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan…” (An-Nisa: 23)
Adapun aurot wanita di depan mahram adalah:
Kepala, leher, tangan (tempat menempelnya gelang), lengan atas yang biasannya ditempeli gelang, atas mata kaki (tempat gelang kaki), dan telapak kaki. Hanya bagian inilah yang bisa ditampakkan wanita kepada mahram atau wanita muslimah..,
(Fatwa-fatwa syaikh al bani hal 172)
Maraji’:
# Al jami’ li ahkamil Qur’an
# Fatwa-fatwa syaikh al bani, cetakan pertama.
# Tanya jawab syaikh Muqbil jilid II
July 7, 2009 at 8:10 am
pengen nyari orang yang boleh melakukan safar (perjalanan) bersama, boleh berboncengan, boleh melihat wajah, tangan, boleh berjabat tangan dan lain2…
*siulsiul*
*ditimpukyangpunyablog*
July 7, 2009 at 8:26 am
Semoga dimudahkan pencariannya mbak…
ehem..ehem…uhuks..uhuks…
*keselek duren*
July 8, 2009 at 3:20 am
1 pertanyaan saja.
adakah batasan aurat seorang wanita terhadap mahromnya?
klo utk suami, insyaAlloh jelas, tak ada batasannya. namun, bagaimana selain suami? sebatas mana yg boleh diperlihatkan seorang wanita terhadap mahromnya?
[lha, koq jadi 3 pertanyaan?]
http://rigih.blogspot.com/
July 9, 2009 at 12:37 am
Barakallahufika ya akhiy….
berdasarkan yang ana dapat waktu menuntut ilmu memang batasan-batasan aurat yang boleh dilihat suami, wanita dan mahramnya serta wanita kafir tidaklah sama. Di akhir tulisan ini dijelaskan bahwa batasan-batasan aurat bagi wanita di hadapan mahram dan wanita lain yakni Kepala, leher, tangan (tempat menempelnya gelang), lengan atas yang biasannya ditempeli gelang, atas mata kaki (tempat gelang kaki), dan telapak kaki. Hanya bagian inilah yang bisa ditampakkan wanita kepada mahram atau wanita muslimah..,
(Fatwa-fatwa syaikh al bani hal 172)
bi dalili:
Mahram boleh melihat sesuatu yang biasa nampak dari aurat seseorang wanita seperti anggota-anggota wudhu’. (Ibnu Qudamah, al-Mughni, 6/554)
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
“Dahulu kaum lelaki dan wanita pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam melaksanakan wudhu’ secara bersama-sama.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, no. 193)
Dapat difahami daripada peristiwa ini ia adalah khusus bagi para isteri dan mahram. (Ibhu Hajar al-‘Asqalani, Fathul Bari, 1/465)
Wallahu’alam
Adapun pengkhususan batasan aurat muslimah terhadap wanita kafir terdapat beberapa perbedaan pendapat untuk lebih jelasnya dapat dilihat disini:
http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=259
July 9, 2009 at 3:15 am
bi dalili:
Mahram boleh melihat sesuatu yang biasa nampak dari aurat seseorang wanita seperti anggota-anggota wudhu’. (Ibnu Qudamah, al-Mughni, 6/554)
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
“Dahulu kaum lelaki dan wanita pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam melaksanakan wudhu’ secara bersama-sama.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, no. 193)
Dapat difahami daripada peristiwa ini ia adalah khusus bagi para isteri dan mahram.
jazakillah khoir..
pembatasannya bahwa peristiwa itu khusus utk isteri dan mahrom diambil dari mana? dari dalil yg lainkah?
jika dikatakan termasuk leher, apakah leher termasuk anggota wudhu?
July 10, 2009 at 1:31 am
amin wa iyaka
daimbil Fathul bari (syarahnya kitab imam bukhori)oleh Ibhu Hajar al-‘Asqalani, 1/465
diambil dari fatwa-fatwa syaikh al bani halaman 172
beliau berpendapat demikian, mungkin untuk lebih jelasnya dapat antum tanyakan ustadz….
July 30, 2009 at 7:55 pm
Subhanallah, hampir klop dengan postingan di FSI Al Kaun 🙂
http://bit.ly/17aoAx
August 2, 2009 at 3:00 am
Barakallahufikum..
Ana pernah mampir kesana,,